Adobe Bisa Deteksi Foto Wajah Hasil 'Editan' (Adobe About Face). (theblog.adobe.com).

Setiap tahun, Adobe membiarkan para perancang bersenang-senang dengan proyek eksperimental untuk didemonstrasikan dalam Adobe Max Sneaks Conference 2019 yang digelar perusahaan.

Kali ini, Adobe memperkenalkan eksperimen terbarunya yang berpotensi terintegrasi ke dalam produk Adobe di kemudian hari. Penemuan paling menarik saat ini adalah fitur yang disebut 'About Face', yang dapat mendeteksi ketika gambar wajah sudah diedit.

Dikutip dari thenextweb, Fitur edit gambar modern membuat Adobe Sneaks mudah untuk memodifikasi gambar, kadang membuat foto seseorang tampak lebih menarik, kadang pula untuk meledek orang lain. Baik atau buruk, Adobe telah menjadi pemain utama di era yang mewajarkan penyuntingan foto wajah. About Face berusaha untuk melacak pemalsuan gambar tersebut.

Cukup taruh gambar ke dalam fitur, dan About Face dapat mendeteksi bahwa gambar itu melalui tahap penyuntingan atau tidak.

Fitur ini tidak melihat gambar secara keseluruhan seperti algoritme deteksi wajah, melainkan melalui piksel individual. Dengan demikian, pengguna dapat mengetahui bagian mana dari gambar yang sudah diedit.

Fitur itu tampaknya dirancang secara khusus untuk mengetahui hasil penyuntingan, termasuk mengetahui ketika piksel telah dibesarkan atau dikecilkan.

Berdasarkan The Verge, fitur About Face tak hanya menganalisis piksel dari suatu gambar, tetapi juga mendeteksi kemungkinan bahwa gambar tersebut telah diubah sebelumnya, sekaligus menunjukkan peta panas (heatmap) pada area gambar wajah yang telah diedit. Canggihnya, fitur ini bahkan dapat membatalkan hasil edit.


sumber: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20191107114807-185-446308/adobe-bisa-deteksi-foto-wajah-hasil-editan
Share:

Facebook Siap Bayar Denda Jika Ada Konten Negatif


Facebook Siap Bayar Denda Jika Ada Konten Negatif Manajemen Facebook Indonesia bertemu Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Plate di Kantor Kemenkominfo, Kamis (7/11). (CNN Indonesia/Dini Nur Asih).

Facebook mengaku siap mematuhi beleid yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE). Hal itu termasuk membayar denda minimal Rp100 juta jika membiarkan konten negatif beredar di platform-nya.

"Secara keseluruhan kami mendukung (PP PSTE), karena itu kebijakan penuh pemerintah (Kementerian Komunikasi dan Informatika). Malah peraturan ini bisa mengendalikan jenis-jenis konten yang beredar di platform digital," kata Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia Ruben Hattari saat konferensi pers di Kantor Kemenkominfo, Jakarta, Kamis (7/11).

Dengan ada aturan PP PSTE, lanjut dia, Facebook akan terus berupaya bersinergi dengan Kemenkominfo untuk mengendalikan konten yang beredar di platform mereka.

"Ke depannya, semoga dengan PP PSTE ini kita bisa berhubungan lebih dekat dengan Kemenkominfo," pungkas Ruben.

Ruben juga mengungkapkan Facebook memiliki pedoman komunitas untuk mengendalikan konten yang bisa diunggah di aplikasi mereka.

Sebelumnya, Dirjen Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan Penyedia sistem elektronik (PSE) seperti Facebook, Instagram, Twitter terancam denda. Denda akan dikenakan jika mereka membiarkan konten negatif beredar di platformnya.

Dia mengatakan denda tersebut berada di kisaran Rp100 juta hingga Rp500 juta per konten negatif yang ditemukan.

"Dengan adanya PP ini nanti PSE seperti Facebook, Twitter harus aktif memblokir konten-konten negatif yang sudah diklasifikasi di UU ITE. Denda dari Rp100 sampai Rp500 juta per konten," kata Semell saat diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) 9, di Kantor Kemenkominfo, Jakarta Pusat, Senin (4/11) lalu.

Jika merujuk pada UU ITE, maka muatan yang dilarang terkait tindakan asusila, berita bohong, memuat SARA. Terkait penegakan hukum, Semuel mengatakan pihaknya akan melakukan patroli dan akan menerima aduan dari pemerintah.
Aturan ini akan berlaku pada 2021 akhir. Artinya sekitar dua tahun setelah PP PSTE disahkan. Kemenkominfo mengatakan durasi tersebut dibutuhkan untuk proses sosialisasi dan peralihan oleh PSE.

Kemenkominfo pun meyakini bahwa dengan adanya PP ini, keberadaan konten-konten negatif di jagad internet bisa ditekan. Pasalnya ia mengatakan PSE memiliki teknologi untuk melakukan penyaringan konten tersebut.


sumber: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20191107134858-185-446366/facebook-siap-bayar-denda-jika-ada-konten-negatif
Share:

Kominfo 'Pede' Spyware Pegasus Tak Infeksi Indonesia

Kominfo 'Pede' Spyware Pegasus Tak Infeksi Indonesia WhatsApp (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfopede (percaya diri) sampai hari ini spyware Pegasus belum berdampak kepada para pengguna gawai di Indonesia.

Hal ini disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate dalam konferensi pers setelah pertemuan dengan perwakilan WhatsApp Asia Pasifik Clair Deevy di Kantor Kemenkominfo, Jakarta, Kamis (7/11).

"Sejauh ini hasil dari monitoring kita, belum terlihat dampak spyware Pegasus. Hari ini saya juga ada pertemuan dengan BSSN untuk berbicara soal hal itu bersama," tutur Johnny kepada awak media usai konferensi pers.

Namun, perwakilan WhatsApp Asia-Pasifik Clair Deevy tak mau berkomentar mengenai hal ini ketika soal infeksi spyware Pegasus di Indonesia. Deevy tidak menjawab ketika ditanya berapa pengguna WhatsApp di Indonesia yang terkena spyware itu.

"Yang bisa sampaikan hari ini adalah kami sudah melayangkan gugatan soal spyware Pegasus ke pengadilan dan spyware ini pertama kali ditemukan awal tahun 2019," kata Deevy kepada awak media saat konferensi pers di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Kamis (7/11).

Meski demikian, Kemenkominfo akan terus berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) terkait produk spyware buatan NSO Grup asal Israel itu.

Lebih lanjut, Kemenkominfo menghimbau kepada para pengguna WhatsApp di Indonesia untuk memperbarui aplikasi mereka supaya mencegah infeksi spyware Pegasus.

"Supaya tidak berdampak di Indonesia, maka software-nya harus di-update. Sebab, software itu akan menjaga semua fitur-fitur yang ada di perangkat kita dengan baik," terang Johnny.

Selain memperbarui perangkat lunak, pengguna juga bisa memasang aplikasi keamanan untuk perangkat ponsel. Namun sebelum mengunduh, pastikan aplikasi tersebut aman dan telah terpercaya.

Kasus spyware Pegasus kembali mencuat saat WhatsApp dan induknya Facebook menggugat NSO Group sebagai perusahaan yang menggunakan malware untuk meretas ke dalam ponsel 1.400 orang di 45 negara untuk memata-matai pengguna.

Dari 45 negara yang diumumkan Citizen Lab tidak termasuk Indonesia. Daftar 45 negara itu adalah Algeria, Bahrain, Bangladesh, Brasil, Kanada, Cote d'Ivoire, Mesir, Perancis, Yunani, India, Irak, Israel, Yordania.

Selanjutnya, Kazakhstan, Kenya, Kuwait, Kyrgyzstan, Latvia, Libanon, Libya, Meksiko, Moroko, Belanda, Oman, Pakistan, Palestina, Polandia, Qatar, Rwanda, Arab Saudi, Singapura, Afrika Selatan, Swiss, Tajikistan, Thailand, Togo, Tunisia, Turki.
Ada lagi, Uni Emirat Arab, Uganda, Inggris, Amerika Serikat, Uzbekistan, Yaman, dan Zambia.

Pegasus sendiri merupakan produk spyware yang didesain untuk memantau semua kegiatan pengguna ponsel, seperti SMS, email, data lokasi, riwayat browsing, panggilan telepon, dan lainnya.

Spyware ini juga bisa menginfeksi melalui panggilan telepon atau tautan yang dikirim lewat email dan SMS. Spyware ini bisa digunakan untuk menyalin data di ponsel dan bahkan menghidupkan mikrofon untuk mengubah telepon untuk menguping pembicaraan sekitar pemilik ponsel.

Banyak pelanggan NSO Group adalah pemerintah. Alasan mereka memesan spyware ini digunakan mengawasi teroris dan memerangi kejahatan serius.


sumber: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20191107143443-185-446361/kominfo-pede-spyware-pegasus-tak-infeksi-indonesia
Share:

Bantah Johnny Plate, BSSN Akui Tak Bahas Isu Peretas Whatsapp


Bantah Johnny Plate, BSSN Akui Tak Bahas Isu Peretas Whatsapp Menkominfo Johnny Plate. (CNN Indonesia/Jonathan Patrick)

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyebut pihaknya tidak membicarakan soal kasus Spyware Pegasus pembobol Whatsapp saat bertemu dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate hari ini (7/11).

Juru Bicara BSSN, Anton Setiyawan mengatakan hanya membahas soal kelanjutan Revisi Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).

"Tidak bahas soal spyware Pegasus, bahas regulasi PDP secara menyeluruh," kata dia kepada awak media usai bertemu dengan Menkominfo  di Kantor Kemenkominfo, Jakarta, Kamis (7/11).


Lebih lanjut, Anton menyebut untuk Spyware Pegasus bakal dibahas di dalam kajian internal BSSN dan Kemenkominfo.

"Nanti [pembahasan spyware Pegasus] tindak lanjutnya di antara para deputi dan para dirjen," pungkasnya.

Hal ini berbeda dengan klaim Menkominfo Johnny Plate yang sebelumnya mengatakan akan melakukan pertemuan dengan BSSN hari ini untuk membahas soal dampak Spyware Pegasus terhadap para pengguna WhatsApp di Indonesia.

"Hari ini saya ada pertemuan dengan BSSN untuk bahas dampak Spyware Pegasus di Indonesia. Namun sejauh ini belum berdampak ke negara kita," tutur Johnny.


Johnny menjelaskan Kemenkominfo akan terus bertukar informasi dengan BSSN terkait keberadaan Pegasus di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai langkah untuk mencegah serangan Pegasus.

Pegasus merupakan produk spyware yang didesain untuk memantau semua kegiatan pengguna ponsel, seperti SMS, email, data lokasi, riwayat browsing, panggilan telepon, dan lainnya.

Spyware ini juga bisa menginfeksi melalui tautan yang dikirim lewat SMS. Pegasus biasanya digunakan pemerintah dan badan intelijen.


sumber: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20191107163045-185-446395/bantah-johnny-plate-bssn-akui-tak-bahas-isu-peretas-whatsapp
Share:

Poin-poin yang Dianggap Ancam Kedaulatan RI di Revisi PP PSTE

Poin-poin yang Dianggap Ancam Kedaulatan RI di Revisi PP PSTE Ilustrasi data. (Istockphoto/Yok46233042)

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 soal Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) telah disahkan pada 10 Oktober 2019 lalu, menggantikan PP PSTE Nomor 82 Tahun 2012.

Namun, peraturan yang mengatur penyelenggara sistem elektronik, penempatan data center, perlindungan data pribadi, autentikasi situs web, dan pengelolaan nama domain itu menjadi polemik dan banyak ditentang publik.

Aturan ini membagi penyelenggara elektronik lingkup publik dan privat. Penyelenggara lingkup publik adalah pemerintah dan instansi yang ditunjuk pemerintah. Sementara swasta termasuk dalam penyelenggara lingkup privat. 

Beberapa pasal dalam revisi PP PSTE yang dianggap bermasalah di antaranya:

Pasal 20 ayat 3

Dalam peraturan sebelumnya, semua penyedia layanan sistem elektronik baik publik dan privat diharuskan menempatkan pusat data (data center) dan pusat pemulihan data (disaster recovery center) secara fisik di wilayah Indonesia.

Namun, pemerintah merevisi lewat pasal 20 ayat 3. Aturan ini tidak lagi mewajibkan penyelenggara publik untuk menempatkan datanya di Indonesia. Tapi, dengan syarat ketika teknologi penyimpanan itu tidak tersedia di dalam negeri.

"Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Publik dapat melakukan pengelolaan, pemrosesan, dan/atau penyimpanan Sistem Elektronik dan Data Elektronik di luar wilayah Indonesia dalam hal teknologi penyimpanan tidak tersedia di dalam negeri."

Sebelumnya pada PP PSTE no. 82 tahun 2012 pasal 17 ayat (2) sebelum direvisi berbunyi

'Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan penegakan kedaulatan negara terhadap data warga negaranya.'

Beberapa asosiasi dan lembaga pemerhati data dan internet di Indonesia menilai perubahan tersebut bisa membuat penyedia layanan data center dari luar Indonesia bisa masuk dengan mudah ke tanah air dan menguntungkan pemain asing.

Bahkan, mereka juga takut perubahan tersebut bisa mengancam kedaulatan negara dan bisnis data center dari pemain lokal pun bisa gulung tikar.

Pasal 21 ayat 1

Pasal tersebut berbunyi, 'Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dapat mengelola, memproses dan/atau menyimpan Sistem Elektronik dan Data Elektronik di wilayah Indonesia dan/atau di luar wilayah Indonesia'.

Sementara bunyi pasal 21 ayat 1 sebelum direvisi 'Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan format dan masa retensi yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan'.

Beberapa pihak, salah satunya Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI) mengkritik revisi tersebut akan membuat negara tidak akan dapat melindungi data masyarakat di Indonesia.


sumber: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20191107160127-185-446390/poin-poin-yang-dianggap-ancam-kedaulatan-ri-di-revisi-pp-pste
Share:

Teknologi Kecerdasan Buatan Tim Indonesia Juara di Malaysia


Teknologi Kecerdasan Buatan Tim Indonesia Juara di Malaysia Ilustrasi teknologi kecerdasan buatan atau AI. (Istockphoto/metamorworks)

Teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) pelacak rute penyelundupan satwa langka dilindungi bernama Pangolin buatan tim milenial Indonesia berhasil menjuarai kontes Zoohackathon 2019 di Kinabalu, Malaysia.

"Kita keluar sebagai juara satu di Zoohackton 2019 Kinabalu dengan software berbasis teknologi AI yang bernama Pangolin," kata Ketua Tim Lintang Sutawika seperti dilaporkan Antara, Kamis (7/11).

Tim dari Indonesia yang beranggotakan enam orang itu dinilai berhasil membuat perangkat lunak berbasis AI yang memiliki kemampuan mengekstrak informasi kunci dari artikel berita.

Informasi dari artikel berita itu dapat membantu para analis, dengan mengurangi waktu untuk pengumpulan data dari berbagai artikel yang secara konvensional dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan sendiri informasi yang didapat tanpa perlu membacanya satu per satu.

"Umumnya dalam satu kasus, analis itu harus mengumpulkan berpuluh-puluh artikel dan itu bisa memakan waktu yang lama, menghabiskan waktu yang cukup besar untuk mengumpulkan data bukan melakukan analisanya," kata Lintang.

Lintang bersama lima rekan lainnya berhasil membuat prototipe perangkat lunak tersebut hanya dalam waktu 48 jam seperti yang diminta oleh penyelenggara.

Pemenang dari perlombaan yang diikuti 17 tim dengan 85 peserta dengan hadiah utama 2.000 ringgit Malaysia atau sekitar Rp6,8 juta tersebut dapat mengikuti kontes final Zoohackton pada Januari 2020 yang akan mempertemukan juara-juara kontes dari 16 kota di seluruh dunia.

Zoohackton merupakan usaha yang dilakukan Kementerian Luar Negeri AS untuk mempromosikan solusi teknologi dan meningkatkan kesadaran untuk melawan perdagangan satwa langka di seluruh dunia.

Tahun ini Zoohackathon diadakan di 16 kota yaitu Bogota di Kolombia, Boston, Cleveland dan San Diego di Amerika Serikat, Kairo di Mesir, Entebbe di Uganda, Gaborone di Botswana, Jenewa di Swiss, Helsinki di Finlandia, Hong Kong di China, Manila di Filipina, New Delhi dan Kalkuta di India, Kota Kinabalu di Malaysia, Sao Paulo di Brazil dan Wina di Austria.


sumber: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20191107171747-185-446425/teknologi-kecerdasan-buatan-tim-indonesia-juara-di-malaysia
Share:

Tips Gojek ke 100 Organisasi Nirlaba Soal Kampanye Medsos


Tips Gojek ke 100 Organisasi Nirlaba Soal Kampanye Medsos Gojek menggandeng komunitas IndoRelawan terkait dengan pengembangan kapasitas organisasi nonprofit untuk pengumpulan donasi melalui media sosial. (Foto: Gojek)

Gojek menggandeng komunitas IndoRelawan terkait dengan pengembangan kapasitas organisasi nonprofit untuk pengumpulan donasi melalui media sosial.

Armyn Gita, Team Lead Public Affairs GoPay, mengatakan pihaknya berkomitmen untuk mengembangkan ekosistem donasi digital di Indonesia melalui GoPay for Good. Dengan kerja sama itu, organisasi nonprofit diharapkan dapat mengembangkan strategi pemasaran digital untuk pengumpulan donasi.

Pelatihan pengembangan kapasitas tersebut dihadiri oleh 200 peserta dari 100 organisasi nonprofit. Inisiatif GoPay for Good sendiri sudah berlangsung sejak Februari 2019.

"Kami menggandeng komunitas IndoRelawan untuk mendorong kapasitas organisasi non profit agar lebih efektif dalam pengumpulan donasi digital," kata Armyn dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (18/9).

Sementara itu, Executive Director IndoRelawan Marsya Nurmaranti menuturkan pihaknya menyambut baik inisiatif dan kolaborasi dengan GoPay. Dia menegaskan hal itu juga sesuai dengan misi organisasi itu yakni peningkatan kapasitas secara berkesinambungan.

"Semangat untuk merangkul komunitas dan organisasi non-profit di Indonesia yang dilakukan GoPay merupakan inisiatif positif yang kami hargai. Kami menyambut baik kolaborasi dengan GoPay di masa depan juga," katanya.

Acara pelatihan sendiri berlangsung pada Selasa (17/9). Pelatihan yang bertema bertajuk 'Belajar Berbagi: How To Kick off Social Media Campaign for Non-profits' digelar di kantor pusat Gojek di Jakarta.


Sumber: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20190918210059-185-431756/tips-gojek-ke-100-organisasi-nirlaba-soal-kampanye-medsos
Share:

Recent Posts